Tugas individu
Biologi dasar.
Ragam
Penyakit Zoonosis
Nama : Ashari Natosusilo
Kelas
: A
Nim :
O111 10 130
Prodi
kedokteran hewan
Fakultas
kedokteran
Universitas
hasanuddin
Makassar
2010
A. Pengertian
zoonosi.
Beberapa
pengertian zoonosis antara lain:
1. Menurut UU No. 6/1967, Zoonosis adalah penyakit yg dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya atau disebut juga Anthropozoonosis. Begitupun dalam UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan, sebagai pengganti UU No. 6 tahun 1967 dinyatakan bahwa penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya.
2. Menurut WHO, Zoonosis adalah suatu penyakit atau infeksi yang secara alami ditularkan dari hewan vertebrata.
1. Menurut UU No. 6/1967, Zoonosis adalah penyakit yg dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya atau disebut juga Anthropozoonosis. Begitupun dalam UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan, sebagai pengganti UU No. 6 tahun 1967 dinyatakan bahwa penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya.
2. Menurut WHO, Zoonosis adalah suatu penyakit atau infeksi yang secara alami ditularkan dari hewan vertebrata.
3. Definisi Zoonosis menurut PAHO (Pan
American Health Organization) yang menjadi rujukan WHO adalah : Suatu penyakit
atau infeksi yang secara alami ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia.
B. Jenis – jenis
penyakit zoonosis.
v Berdasarkan
reservoirnya
1. Antropozoonosis: penyakit yang dapat secara bebas
berkembang di alam di antara hewan liar maupun domestik. Manusia hanya kadang terinfeksi dan akan menjadi titik
akhir dari infeksi. Pada jenis ini, manusia tidak dapat menularkan kepada hewan
atau manusia lain. Berbagai penyakit yang masuk dalam golongan ini yaitu Rabies, Leptospirosis, tularemia, dan hidatidosis.
2. Zooantroponosis: zoonosis yang berlangsusng secara
bebas pada manusia atau merupakan penyakit manusia dan hanya kadang-kadang saja
menyerang hewan sebagai titik terakhir. Termasuk dalam golongan ini yaitu
tuberkulosis tipe humanus disebabkan oleh Mycobacterium
tubercullosis,
amebiasis dan difteri.
3. Amphixenosis: zoonosis dimana manusia dan hewan
sama-sama merupakan reservoir yang cocok untuk agen penyebab penyakit dan
infeksi teteap berjalan secara bebas walaupun tanpa keterlibatan grup lain
(manusia atau hewan). Contoh: Staphylococcosis, Streptococcosis.
v Berdasarkan kejadiannya
Emerging zoonosis memiliki definisi yang
secara umum mencakup salah satu dari tiga situasi penyakit zoonotik seperti
2. agen patogen yang telah diketahui
atau yang berkerabat dekat terjadi pada spesies yang tidak peka atau.
3. agen patogen yang tidak atau belum
diketahui terdeteksi untuk pertama kali.
Re-emerging
zoonoses
adalah suatu penyakit zoonotik yang pernah mewabah dan sudah mengalami penurunan intensitas kejadian namun
mulai menunjukkan peningkatan kembali. Faktor-faktor yang memicu emerging
dan re-emerging zoonosis yaitu:
- perubahan ekologi
- perubahan demografi dan perilaku manusia
- perjalanan dan perdagangan internasional
- kemajuan teknologi dan industri
- adaptasi dan perubahan mikroorganisme
- penurunan perhatian pada tindakan-tindakan kesehatan masyarakat dan pengendalian
- perubahan pada individu inang, misalnya imunodefisie.
C. Dampak akibat zoonosis.
1. Timbulnya kesakitan (morbidity) dan kematian (mortality), baik pada manusia maupun hewan.
2. Dampak ekonomi akibat kehilangan tenaga kerja karena sakit, menurunnya jumlah wisatawan ke daerah terjadinya wabah, turunnya produksi ternak dan produk ternak, pemusnahan ternak sakit dan tersangka sakit, serta pembatasan dan penurunan perdagangan internasional.
D. Penularan
zoonosis.
Penularan zoonosis antara lain
terjadi melalui: makanan
(foodborne), udara (airborne) dan kontak langsung dengan hewan sakit. Bahaya
biologis pangan yang dapat menyebabkan zoonosis yaitu:
- Bakteri :
Bacillus anthracis, Brucella abortus, Brucella melitensis,
Mycobacterium bovis, Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi.
- Virus:
Hepatitis A Virus, Hepatitis E Virus.
- Parasit :
Taenia saginata,
T. solium,
T. asiatica,
Trichinella spiralis, (Toxoplasma), (Echinococcus
granulosus), E. multilocularis.
- Prion:
Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE).
E. Macam
– macam sifat zoonosis.
Ø Zoonosis
bersifat eksotik.
·
Sars
virus.
SARS virus mempunyai tipikal yang mirip dengan
pneumonia dan influenza, familinya paramyxoviridae. Virus ini diinokulasi dari
Macaca fascicularis coronaviridae, selain itu virus ini juga familinya
coronaviridae. Corona virus memiliki famili yang luas dengan envelop ikatan
tunggal positif – standar RNA virus yang bereplikasi dalam sitoplasma sel dari
inang definitif. Virus ini ditemukan pada feces dan urin dari stable dengan
temperatur ruangan. 1-2 hari pasien menderita diare dengan pH lebih tinggi dari
normal. Dalam supernatan dari kultur sel yang terinfeksi terdapat konsentrasi
virus setelah 21 hari pada suhu 40C dan 800C. Setelah 48 jam dengan temperatur
ulang konsentrasi virus direduksi dengan satu tempat. Corona virus ditemukan
pada hewan liar yang dijual untuk konsumsi manusia, corona virus ditemukan pada
musang (Paguma larvata) dan species hewan lainya. Vaksinnya untuk respiratori
corona virus infeksi seperti infeksi bronchitis virus pada ayam, dan transmisi
gastroenteritis corona virus dari babi serta Feline Infectious Peritonitis
virus (FIP).
·
Ebola.
Penyebab penyakit ini adalah virus dari genus ebola
virus dan familinya filoviridae. Karakteristik dari virus ini, morfologi
filamennya panjang dan dikelilingi lemak serta mempunyai envelop. Ebola virus mempunyai
morfologi yang sama dengan marburg virus karena familinya yang sama yaitu
filoviridae serta gejala klinis yang sama. Ebola merupakan virus yang zoonosis.
Ebola hemorhagik fever merupakan potensial kematian dengan gejala klinis
muntah, diare, luka pada tubuh, pengeluaran darah internal dan eksternal dan
demam. Ebola dibagi menjadi tiga yaitu zaire ebola virus, reston ebola virus
dan ivori coast ebola virus.
Reservoir dari Ebola adalah macaca fascicularis, kijang liar, dan kelelawar buah. Gejala klinisnya bervariasi yaitu demam tinggi, Sakit kepala, luka pada abdominal, muntah, kelelahan dan mual. Gejalanya hampir sama dengan demam typoid, malaria, disentri, influenza, dan infeksi bakteri yang serius. Jika ebola mempunya gejala yang serius seperti diare, feses berdarah gelap, muntah darah, perdarahan arteriosklerotik, ptechiae, kemerahan makulopapular dan purpura. Hemoragi intenal dan eksternal dari orificium hidung dan mulut.
Reservoir dari Ebola adalah macaca fascicularis, kijang liar, dan kelelawar buah. Gejala klinisnya bervariasi yaitu demam tinggi, Sakit kepala, luka pada abdominal, muntah, kelelahan dan mual. Gejalanya hampir sama dengan demam typoid, malaria, disentri, influenza, dan infeksi bakteri yang serius. Jika ebola mempunya gejala yang serius seperti diare, feses berdarah gelap, muntah darah, perdarahan arteriosklerotik, ptechiae, kemerahan makulopapular dan purpura. Hemoragi intenal dan eksternal dari orificium hidung dan mulut.
·
Rift valley fever (RVF)
RVF bersifat zoonosis, kasus
penyakit ini pada hewan dan manusia dengan morbiliti dan mortalitas yang
tinggi. Virus RVF ini vektornya adalah nyamuk yang merupakan epizootik
potensial (epidemik pada hewan) dan pada manusia epidemik terlihat dari virus
baru pada satu area yang terdapat vektornya. RVF merupakan genus dari
phlebovirus dengan famili bunyaviridae. Vektor dari RVF melalui gigitan nyamuk,
berasal dari species nyamuk yang merupakan vektor transmisi RVF pada daerah
berbeda dengan species nyamuk yang berbeda disebut pre dominan vektor, nyamuk
Aides adalah contohnya, virus ini terdapat pada pakan hewan yang terinfeksi dan
mampu bertransmisi secara transovarial (trasmisi virus dari nyamuk betina yang
terinfeksi pada telurnya), jadi generasi baru infeksi nyamuk terdapat pada
telur.
Banyak type dari hewan yang terinfeksi dari RVF dan kejadian penyakit pada umumnya hewan domestik seperti ternak, domba, unta, kambing dan burung liar dari endemik area yang beradaptasi kekondisi lokal. Hewan dengan umur yang berbeda mempunyai tingkat kejadian penyakit yang berbeda. RVF pada manusia bersifat epizootik, manusia terinfeksi RVF melalui gigitan nyamuk atau melalui kontak dengan darah, kontak lain melalui pemotongan hewan yang terinfeksi dan juga melalui susu hewan yang terinfeksi. Virus ini infeksi pada manusia melalui inokulasi (pada kulit yang terluka atau pisau pemotongan daging yang terinfeksi).
Periode inkubasi dari virus ini 2-6 hari, gejala klinisnya terlihat seperti gejala influenza dengan demam yang mendadak, sakit kepala nyeri sendi atau myalgia. Beberapa pasien mengalami ketegangan pada leher, photofobia dan muntah serta meningitis.
Banyak type dari hewan yang terinfeksi dari RVF dan kejadian penyakit pada umumnya hewan domestik seperti ternak, domba, unta, kambing dan burung liar dari endemik area yang beradaptasi kekondisi lokal. Hewan dengan umur yang berbeda mempunyai tingkat kejadian penyakit yang berbeda. RVF pada manusia bersifat epizootik, manusia terinfeksi RVF melalui gigitan nyamuk atau melalui kontak dengan darah, kontak lain melalui pemotongan hewan yang terinfeksi dan juga melalui susu hewan yang terinfeksi. Virus ini infeksi pada manusia melalui inokulasi (pada kulit yang terluka atau pisau pemotongan daging yang terinfeksi).
Periode inkubasi dari virus ini 2-6 hari, gejala klinisnya terlihat seperti gejala influenza dengan demam yang mendadak, sakit kepala nyeri sendi atau myalgia. Beberapa pasien mengalami ketegangan pada leher, photofobia dan muntah serta meningitis.
Ø Zoonosis
bersifat endemik.
·
Flu babi
Flu babi adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah
diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus
C atau subtipe genus Influenzavirus A. Babi dapat menampung virus flu yang berasal dari manusia
maupun burung. Flu babi menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan
pada orang-orang yang bersentuhan dengan babi, meskipun ditemukan juga
kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia. Gejala virus termasuk demam,
disorientasi, kekakuan pada sendi, muntah-muntahan kehilangan kesadaran yang
berakhir pada kematian Flu babi diketahui disebabkan oleh virus influenza A
subtipe H1N1,
H1N2, H3N1, H3N2, and H2N3.
Di Amerika Serikat, hanya subtipe H1N1 lazim ditemukan
di populasi babi sebelum tahun 1998 Pada 5 Februari 1976, tentara di Amerika Serikat menyatakan dirinya kelelahan dan lemah, kemudian meninggal
dunia keesokannya. Dokter menyatakan kematiannya itu disebabkan oleh virus ini
sebagaimana yang terjadi pada tahun 1918. Presiden kala itu, Gerald Ford, diminta untuk mengarahkan rakyatnya disuntik dengan
vaksin, namun rencana itu dibatalkan. Menurut Pusat Pengawasan dan Pencegahan
Penyakit di Amerika Serikat, gejala influensa ini mirip dengan influensa.
Gejalanya seperti demam, batuk, sakit pada kerongkongan, sakit pada tubuh,
kepala, panas dingin, dan lemah lesu. Dalam mendiagnosa penyakit ini tidak
hanya perlu melihat pada tanda atau gejala khusus. Sebagai contoh, selama wabah
flu babi 2009 di AS, CDC menganjurkan para dokter untuk melihat "apakah
jangkitan flu babi pada pasien yang di diagnosa memiliki penyakit pernapasan
akut memiliki hubungan dengan orang yang di tetapkan menderita flu babi. Diagnosa bagi penetapan virus ini memerlukan adanya uji makmal bagi
contoh pernapasan.
·
rabies
Rabies
(penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular
rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Penyakit rabies merupakan penyakit
zoonosis atau penyakit yang ditularkan oleh hewan ke manusia ataupun
sebaliknya. Penyakit ini disebabkan oleh Rabdhovirus dan ditularkan melalui
gigitan hewan pembawa dan dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan
manusia serta mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang berujung
pada kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Banyak hewan yang bisa
menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies
adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies
adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah. Rabies pada anjing masih
sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia, karena tidak semua hewan
peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini.
·
Antraks
Penyakit Antraks termasuk kelompok penyakit yang dapat
menular dari hewan ke manusia (Zoonosis). Penyakit ini paling sering menyerang
ternak herbivora terutama sapi, domba, kambing dan selalu berakhir pada
kematian. Sasaran berikutnya kuda dan babi. Hewan kelompok omnivora ini bisa
lebih bertahan sehingga sebagian penderita selamat dari maut. Serangan pada
ayam, belum pernah ada laporan. Berdasar penelitan yang selama ini telah
dilakukan, pada manusia, dilaporkan tingkat kematian mencapai 18 persen (dari
100 kasus, 18 penderita meninggal).
Penyebab antraks adalah bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini berbentuk batang, lurus dengan ujung siku-siku. dalam
biakan membentuk rantai panjang. dalam jaringan tubuh tidak pernah terlihat
rantai panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau dalam rantai pendek dari
2 - 6 organisme. Dalam jaringan tubuh selalu berselubung (berkapsel).
kadang-kadang satu kapsel melingkupi beberapa organisme. Bakteri Bacillus anthracis bersifat gram
positif, berukuran besar dan tidak dapat bergerak. Bakteri yang sedang
menghasilkan spora memiliki garis tengah 1 mikron atau lebih dan panjang 3
mikron atau lebih.
Bakteri ini bersifat aerob, memerlukan oksigen untuk hidup.
Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun dalam tanah
dan bisa menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia. Hewan tertular akibat
memakan spora yang menempel pada tanaman yang dimakan. Hewan yang mati akibat
antraks harus langsung dikubur atau dibakar, tidak boleh dilukai supaya bakteri
tidak menyebar.
Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora
yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan sakit (kulit, daging,
tulang atau darah); mengonsumsi produk hewan yang kena antraks: atau melalui
udara yang mengandung spora, misalnya, pada pekerja di pabrik wool atau kulit
binatang.
Karenanya ada empat tipe antraks yaitu antraks kulit,
antraks usus (pencernaan), antraks paru (pernapasan) dan antraks otak.Antraks
otak terjadi jika bakteri terbawa darah masuk ke otak
Ø Zoonosis
bersifat sporadik.
a.
Bakteri Enterobacter sakazakii.
Bakteri ini merupakan bakteri batang, Gram negatif
dari famili Enterobacteriaceae, dan digolongkan sebagai bakteri koliform.
Bakteri ini bersifat motil (memiliki peritrichous flagella), tidak membentuk
spora, memproduksi koloni berpigmen kuning. Sebelum tahun 1980, bakteri ini
disebut sebagai yellow-pigmented Enterobacter cloacae (INFOSAN 2005).
Bakteri ini dapat dimusnahkan pada suhu di atas 70 °C. Habitat alami bakteri
ini tidak diketahui pasti. E. sakazakii dapat dideteksi pada usus
manusia sehat, serta dapat pula ditemukan di usus hewan dan lingkungan.
sakazakii merupakan bakteri
patogen yang bersifat oportunistik. Bakteri ini menyebabkan meningitis, sepsis,
bakterimia, dan necrotizing enteritis pada bayi (Kim et al. 2007).
Tingkat mortalitas dari infeksi E. sakazakii ini mencapai 20 – 50%.
Bakteri ini dapat diisolasi dari berbagai macam lingkungan dan makanan. Susu bubuk formula bayi telah banyak dilaporkan berkaitan erat dengan sumber E. sakazakii pada sejumlah wabah infeksi bakteri tersebut (Kim et al. 2007). Bowen dan Braden (2006) menyatakan E. sakazakii telah menyebabkan kematian 40–80% bayi-bayi yang terinfeksi bakteri tersebut dan berkaitan dengan susu bubuk.
Bakteri ini dapat diisolasi dari berbagai macam lingkungan dan makanan. Susu bubuk formula bayi telah banyak dilaporkan berkaitan erat dengan sumber E. sakazakii pada sejumlah wabah infeksi bakteri tersebut (Kim et al. 2007). Bowen dan Braden (2006) menyatakan E. sakazakii telah menyebabkan kematian 40–80% bayi-bayi yang terinfeksi bakteri tersebut dan berkaitan dengan susu bubuk.
Susu bubuk formula bayi bukanlah produk pangan yang
steril, sehingga masih memungkinkan dapat mengandung mikroorganisme patogen. E.
sakazakii banyak ditemukan di lingkungan pabrik yang berpotensi sebagai
sumber kontaminasi setelah pasteurisasi (Anon 2002). Secara garis besar
terdapat tiga jalur masuknya E. sakazakii ke dalam formula bayi: (1)
bahan baku untuk produksi susu formula bayi; (2) kontaminasi pada susu formula
bayi atau bahan baku kering lainnya setelah proses pasteurisasi; dan (3)
kontaminasi pada susu formula saat disiapkan sebelum dikonsumsi (Anon 2004).
Sebesar 20-50% dari kasus infeksi E. sakazakii, disebabkan susu formula
(sebagai vehicle), akan tetapi rendahnya sanitasi pada waktu rekonstitusi dan
penanganan merupakan sumber penularan.
Dalam Codex dinyatakan bahwa susu formula bayi boleh
mengandung koliform asal tidak melampaui batas 3 bakteri/gram formula. E.
sakazakii termasuk kelompok koliform ini. Susu bubuk formula bayi belum
pernah diidentifikasi secara jelas sebagai alat tran sportasi atau sumber
penularan infeksi untuk kasus yg bersifat sporadis jika dibandingkan dengan
kejadian infeksi yang disebabkan salmonella. Hal ini lebih banyak disebabkan
kesulitan mengidentifikasi penyebab kasus-kasus sporadik. Susu bubuk formula
dianggap sebagai kendaraan (vehicles) dan sumber penularan.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penularan E.
sakazakii adalah: Belum ada laporan transmisi dari satu bayi ke bayi
lainnya atau penyebaran dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya. Kontaminasi
dalam susu formula dapat terjadi karena kurang higienis pada saat penyediaan,
penyimpanan yang lama pada suhu kamar (tidak disimpan pada suhu refrigerator)
setelah preparasi. E. sakazakii ditemukan pada lingkungan tempat
produksi, fasilitas produksi dan peralatan.
Beberapa kasus dan wabah akibat infeksi E. sakazakii pada bayi telah banyak dilaporkan di negara-negara maju dan berkembang.
Beberapa kasus dan wabah akibat infeksi E. sakazakii pada bayi telah banyak dilaporkan di negara-negara maju dan berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar