Jumat, 08 November 2013

laporan praktikum toksikologi



Laporan
Praktikum Toksikologi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kemampuan mikroorganisme (kuman, jamur, virus atau parasit) untuk menyebabkan infeksi disebut dengan istilah patogen, sedangkan derajat patogenitasnya disebut dengan istilah virulen. Pengukuran virulensi kuman dapat dilakukan dengan MLD (minimum lethal dose) yaitu dosis kuman minimal yang dapat mematikan binatang coba pada waktu yang ditentukan atau LD50 (lethal dose 50) yaitu dosis kuman yang dapat mematikan binatang coba sebanyak 50% pada waktu yang ditentukan. Beberapa istilah yang berkaitan dengan pengukuran 50% end-point tergantung dari efek yang diamati. Kalau efek yang diamati kejadian infeksi, maka dipakai istilah ID50 (infective dose 50), bila bukan kematian atau infeksi tetapi efek lain yang diamati, maka dipakai istilah ED50 (effective dose 50). Pada vaksinasi disebut PD50 (protecting dose 50) dan pada titrasi virus pada kultur embrio ayam disebut TCD50 (cytopthic effect dose 50). Pada umumnya para ahli sepakat bahwa LD50 hanya digunakan untuk menentukan derajat virulensi penyebab infeksi dibidang kedokteran. Pada LD50 yang semakin kecil, maka penyebab infeksi semakin virulen. Lethal Dose 50 bersifat lebih praktis dikerjakan dan lebih dipercaya hasilnya daripada MLD.1 Tidak ditemukan pustaka baru yang membicarakan tentang metode penentuan LD50 pada binatang coba karena metode ini merupakan metode yang sudah baku.
Suatu zat/obat dapat bertindak sebagai zat toxic. Toksistas yang ditimbulkan juga berbeda-beda, dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain dosis, rute pemberian, interaksiobat, temperatur, musim, serta faktor endogen (umur, berat badan, jenis kelamin, serta kesehatan, hewan.
Interaksi obat mempunyai 3 macam tipe, yaitu dapat bersifat agonis, poteniasi, dan antagonis. Suatu obat mungkin mengantagonis kerja obat yang lainnya dengan terikat pada reseptor obat tersebut dan tidak mengaktifkan obat tersebut. Dalam hal ini satu obat yang mengantagonis obat lainnya hanya dengan mengikat dan membuatnya tidak tersedia untuk berinteraksi dengan protein yang terlibat.
Kasus keracunan akut lebih mudah dikenal daripada keracunan kronik karena biasanya terjadi mendadak setela mengkonsumsi sesuatu. Gejala keracunan akut dapat menyerupai setiap sindrom penyakit, karena itu harus selalu diingat kemungkinan keracunan pada keadaan sakit mendadak dengan gejala seperti muntah, diare, konvulsi, koma, dansebagainya. Gejala yang mengarah kesuatu diagnosis keracunan sebanding dengan banyaknya jumlah golongan obat yang beredar.
LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50% dari hewan coba mengalami kematian. Pada percobaan, LD50 nya adalah 317,47 mg/kgBB. Bila dosis yang digunakan lebih dari dosis tersebut, maka hewan coba akan mengalami kematian 100%. ED50 sendiri merupakan keefektifan suato obat mampu menunjukkan efk yang diharapkan. Makin besar perbedaan antara LD50 dengan ED50 maka semakin baik obat tersebut.
Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan syaraf pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor α2-adrenoseptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin. Reseptor α2, Xylazine menghasilkan sedasi dan hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi panjang. Xylazine diinjeksikan secara intramuskular menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 –48 jam. -adrenoseptor adalah reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau pelepasan dopamin dan norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator.
Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari sedasi, kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak sadar dan akhirnya keadaan teranestesi.Pada sistem pernafasan, xylazine menekan pusat pernafasan. Xylazine juga menyebabkan relaksasi otot yang bagus melalui imbibisi transmisi intraneural impuls pada SSP. Penggunaan xylazine pada anjing menghasilkan efek samping merangsang muntah tetapi dapat mengosongkan lambung pada anjing diberi makan sebelum dianestesi.
Adanya Animal Welfare Acts tahun 1966 dan aktifis penyayang binatang yang memprotes penggunaan binatang coba, maka ada etika tentang penggunaan binatang coba di laboratorium, diantaranya penggunaan binatang coba yang jumlahnya dibatasi. Sebelum melakukan penelitian untuk mempelajari tentang respon imunologi infeksi pada binatang coba, sebaiknya diketahui terlebih dulu berapa LD50-nya pada binatang coba sehingga dapat dipilih dosis infeksi yang tepat. Tidak ditemukan informasi tentang ekstrapolasi LD50 toksoplasma dari binatang yang dapat diterapkan untuk dosis infeksi pada manusia, tetapi dengan diketahuinya LD50, maka dapat diketahui pula virulensinya apakah termasuk genotype yang virulen atau yang non virulen.

1.2 Tujuan
a.      Untuk mengetahui dosis yang dapat menyebabkan hewan mati (Dosis Letal) dan efektif dosis yang digunakan
b.     Untuk mengetahui target kerja suatu zat
c.      Untuk mengetahui sifat dan efek kerja suatu zat atau gejala klinis yang ditimbulkan dari berbagai macam keracunan obat
d.     Untuk mengetahui efek atau interaksi yang ditimbulkan dari obat yang bersifat antagonis yang digunakan sebagai antidota.
e.     Untuk mengetahui kemampuan presipitasi suatu zat jika dikombinasikan dengan zat lain




BAB II

MATERI DAN METODE

II.1 Persiapan alat dan bahan:
II.1.1   Alat :
a.      Spoit
b.     Alat timbang
c.      Penyaring
d.     Corong
e.     Tabung reaksi
f.       Gelas reaksi
g.      Tabung erlenmeyer

II.1.2  Bahan
a.      Mencit 16 ekor umur dibawah 21 hari
b.     Xylacin
c.      Arang
d.     Atropin Sulfat
e.     Sulfonamid (merk dagang HIT)
f.       Zat tannin dari teh
g.      Merkuri (Hg) /  raksa thermometer


II.2 Metode Kerja
II.2.1 Uji LD50 / ED50
Cara kerja :
a.      Mencit yang telah disiapkan di timbang berat badannya dan beri tanda.
b.     Menentukan rute pemberian dosis, dapat dilakukan per oral, per injeksi, subcutan, intra muscular, dan dermal. Praktikum ini menggunakan rute pemberian secara intra muscular (IM)
c.      Penentuan dosis, adapun tingkatan dosis yang digunakan yaitu :
-         0,025 mg/kgBB
-         0,05 mg/kgBB
-         0,1 mg/kgBB
-         0,2 mg/kgBB
d.     Obat yang digunakan yaitu Xylacin disuntikkan secara IM kepada mencit dengan dosis yang telah ditentukan.
e.     Amati gejala yang dialami mencit
f.       Pengamatan dilakukan beberapa saat jika mencit ada yang mati, dan lakukan pencatatan.

II.2.2 Uji Antidota
II.2.2.1 Uji Xylacin dan Arang
Cara kerja
a.      Siapkan 2 ekor mencit :
1)     Mencit 1
a)       Xylacin diambil dengan spoit sebanyak 3 cc
b)      Ambil arang secukupnya dan ditumbuk halus, setelah itu arang di filtrate atau disaring dengan menggunakan kertas saring.
c)       Lakukan pencampuran antara xylacin dan arang (1:1) dengan menggunakan tabung reaksi. Tambahkan sedikit aquades.
d)      Ambil dengan menggunakan spoit campuran xylacin dan arang tadi sebanyak 0,01 ml
e)       Injeksikan secara IM pada mencit
2)     Mencit 2
a)       Xylacin diambil dengan spoit sebanyak 0,01 ml
b)      Xylacin langsung di injeksikan pada mencit secara IM sebanyak 0,01 ml
b.     Lakukan pengamatan terhadap efek, dan bandingkan gejala yang dialami oleh mencit 1 dan mencit 2

II.2.2.2 Uji Organofosfat (merk dagang HIT) dan Atropin
Untuk mengetahui efek sulfonamide (HIT) terhadap mencit. Cara kerjanya yaitu :
a.      Semprotkan HIT pada tabung reaksi dan diambil dengan menggunakan spoit sebanyak 1ml
b.     Atropine juga diambil dengan spoit sebanyak 1 ml
c.      Siapkan 2 ekor mencit
1)     Mencit 1
a)     Di injeksikan Atropin 0,01 ml secara Intra peritonium pada mencit, kemudian di injeksikan lagi sulfonamide (HIT) secara Subcutan (SC) 0,6 ml.
b)    Amati gejala yang dialami mencit
2)     Mencit 2
a)     Di injeksikan langsung dengan Sulfonamid (HIT) 0,6 ml secara Subcutan (SC)  tanpa menggunakan atropine
b)    Amati gejala yang dialami mencit
d.     Lakukan pengamatan terhadap efek, dan bandingkan gejala yang dialami oleh mencit 1 dan mencit 2

II.2.2.3 Keracunan Atropin
a.      Ambil satu atau dua ekor mencit.
b.     Injeksikan atropine sebanyak 1 mg/ml pada mencit
c.      Lakukan pengamatan terhadap efek dan gejala yang dialami oleh mencit.

II.2.3 Uji Presipitasi Tanin terhadap logam merkuri (Hg)
Cara kerja
a.      Logam merkuri, dapat diperoleh dari alat pengukur suhu thermometer, kemudian merkuri (Hg) yang telah disiapkan tersebut dihaluskan.
b.     Merkuri (Hg) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan tannin dari teh. Lalu kocok perlahan.
c.      Lakukan pengamatan dan periksa adanya endapan dan presipitasi oleh merkuri (Hg)
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Uji LD 50
Setelah melakukan praktikum ini dimana obat xylacin diinjeksikan pada mencit, diperoleh hasil yaitu :
a.      Gejala yang dialami oleh mencit, adalah :
-         Bulu berdiri
-         Kejang
-         Ekor berdiri
-         Kesulitan bernafas
-         Hipersalivasi
b.     Adapun hasil LD50 pada praktikum ini, yaitu :
No.
Berat Mencit (gr)
Dosis
Keterangan
1.      
22
0,1
Lethal
2.      
19
0,0125
Hidup
3.      
20
0,1
Lethal
4.      
21
0,05
Hidup
5.      
19
0,05
Lethal
6.      
19
0,1
Lethal
7.      
21
0,0125
Lethal
8.      
24
0,125
Hidup
9.      
29
0,0125
Hidup
10.  
27
0,1
Hidup
11.  
26

Hidup
12.  
27
0,05
Hidup
13.  
22
0,0125
Hidup
14.  
23
0,0125
Hidup
15.  
31
0,0125
Hidup
16.  
24
0,0125
Hidup

























Dengan rician mencit yang lethal adalah sebagai berikut :
-         0,2mg/kgBB    = 4 ekor
-         0,1 mg/kgBB   = 3 ekor
-         0,05 mg/kgBB = 1 ekor
-         0,025 mg/kgBB = 0 ekor

c.      Perhitungan rumus :
               r = 0,1,3,4
               df = 0,35
Log LD50  = Log D + d (f +1)
 ED50     
Log D = 0,025 x (0,35)
          

III.2 Uji Antidota

No
Sediaan Obat vs Antidota
Dosis
Gejala Klinis
1.
a.   Xylaxin
1 ml
Gejala yang ditimbulkan  cepat, langsung menunjukan gejala :
·     Diam / terdepress

b.  Xylaxin + arang
 1 ml
Gejala yang ditimbulkan relative lebih lama,
·     Menunjukkan perilaku eksplorasi
·     Menggaruk-garuk.
2.
a.   Propoksur (sulfonamide : merk dagang HIT)




1 ml
Gejala yang ditimbulkan lebih cepat, menunjukan gejala:
·        Ekor berdiri
·        Gangguan pernafasan (dypsnue)
·        Gangguan system saraf
·        Kematian setelah 3 menit

b.  Propoksur (sulfonamide : merk dagang HIT) +  Atropin
1 ml
Gejala yang ditimbulkan relative lebih lama dibandingkan dengan tanpa antidote:
·     Grooming / menggaruk-garuk mulut
·     Conclusi
·     Tremor
·     Dypsnue
3.
Keracunan atropin
1 ml
Gejala yang dialami mencit :
·     Mencit menekan perutnya ke dasar
·     Mengalami gangguan pernafasan
·     Superficial
·     Mukosa dan daun telinga pucat

III.3 Uji Presipitasi Tanin terhadap logam merkuri (Hg)

No
Jenis logam dan Absorben
Hasil
1
Merkuri (Hg) + Tanin
Ada endapan, namun tidak menunjukkan adanya presipitasi. Atau presipitasi negative (-)

Pada percobaan pertama yaitu Lethal dose 50 (LD50), adalah dosis yang dapat menimbulkan kematian pada 50% hewan percobaan. Selain LD50, ada pula ED50 yaitu dosis yang efektif pada 50% hewan percobaan. Margin of safety (batas aman) adalah jarak antara ED50 dan LD50, serta perbandingan keduanya disebut indeks terapi. LD50 dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies hewan, diet, rute pemberian, temperatur, musim, serta faktor endogen (umur, berat badan, jenis kelamin, serta kesehatan, hewan).
Digunakan obat yang biasa digunakan sebagai obat anastesi oleh kesehatan manusia dan hewan yaitu xylazine. Xylazine merupakan obat agonis reseptor adrenergik alpha 2, sedativa non narkotik yang paling kuat dan analgesik visceral yang baik dan menimbulkan relaksasi muskulus (Sawyer, 1982; Tenant, 2002). Efek sedativa dan analgesik akan mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi muskulus didasarkan atas hambatan transmisi impuls intraneural dalam sistem syaraf pusat. Efek samping yang dilaporkan dalam penggunaan klinis adalah terjadi hipertensi, bradikardia dan muntah sehingga perlu diberikan premedikasi menggunakan Atropine Sulfat. Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 mg/kgBB secara intramuskuler atau subkutan. Efek dari xylazine dapat bertahan selama 1-2 jam (Sawyer, 1982).
Percobaan dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 sediaan serta pengaruh pemberiannya pada hewan coba yakni mencit. Xylacin disuntikan pada mencit secara IM dengan dosis bertingkat (0,2-0,1-0,05-0,025). Hal tersebut dilakukan karena rumus yang akan digunakan berdasarkan dosis kelipatan biometrik, sehingga mempermudah penghitungan dan pengamatannya.
Hasilnya menunjukan kematian mencit terjadi secara bertingkat seperti dosis yaitu 4,3,2,1 ekor. Hal ini menunjukkan kaitan yang nyata antara dosis dan kematian hewan. Pada praktikum ini, gejala fisik yang terjadi pada hewan antara lain Bulu berdiri, Kejang, Ekor berdiri, Kesulitan bernafas dan Hipersalivasi. Hal ini terjadi karena efek dari obat analgesic xylacin mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi muskulus, serta  dapat menyebabkan hipertensi dan bradikardia, sehingga hewan kejang dan kesulitan bernafas.
Percobaan antidota dilakukan dengan menggunakan Xylacin dan arang yang bertindak sebagai absorben, atau mengeliminasi obat. Hasil yang didapatkan pada mencit yang disuntikkan xylacin dan arang adalah menggaruk-garuk dan ekplorasi yang merupakan efek dari xylacin yang bekerja pada system syaraf dengan mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi muskulus. Namun keberadaan arang sebagai absorben dapat menghambat kerja depressor obat xylacin. Arang aktif adalah salah satu antidotum yang baik dan efektif untuk mengikat racun endosulfan. Namun kelemahan dari bahan ini adalah penggunaan yang cukup tinggi untuk mencapai efektifitas yang tinggi.
Berbeda dengan mencit yang tidak dicampur dengan arang, yakni hanya disuntikkan xylacin, hewan langsung mengalami depresi dan diam. Karena obat xylacin langsung bekerja mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi muskulus didasarkan atas hambatan transmisi impuls intraneural dalam sistem syaraf pusat.
Pada percobaan antidota selanjutnya dilakukan uji terhadap propoksur yang terkandung dalam obat anti nyamuk (merk dagang HIT). Berdasarkan hasil yang diperoleh, mencit yang disuntik propoksur ini mengalami gangguan pernafasan (dipsnoe), gangguan system syaraf dan mengalami kematian dalam waktu 3 menit. Hal ini disebabkan oleh kandungan organofosfat karbamat yang merupakan ester asam N-metilkarbamat. Yang bekerja dengan menghambat asetilkolinesterase seperti insektisida Organofosfat dan prosesnya cepat dan reversibel. Insektisida kelompok ini dapat bertahan dalam tubuh antara 1 sampai 24 jam sehingga cepat diekskresikan. Insektisida karbamat jenis propoksur masih digunakan sebagai insektisida rumah tangga. Insektisida propoksur mempunyai waktu paruh sekitar 4 jam, sehingga insektisida jenis ini cepat hilang namun tetap berbahaya jika terjadiakumulasi.
Sedangkan mencit yang disuntikkan terlebih dahulu antidota sebelum diberikan propksur (HIT + atropine ), gejala yang ditimbulkan relative lebih lama dibandingkan dengan tanpa antidote. Meskipun gejala yang dialami mencit seperti menggaruk-garuk, konklusi, tremor dan dipsnoe terjadi karena disebabkan oleh organofosfat carbamat namun efek kerjanya diperpanjang oleh adanya atropine sebagai antidota.
Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata
Berikutnya dilakukan percobaan keracunan atropine, dosis penggunaan ditingkatkan untuk melihat efek dan gejala yang ditimbulkan.terhadap mencit, berdasarkan hasil pengamatan hewan mengalami gangguan pernafasan, mukosa pucat, dan berusaha menekan perutnya ke dasar.
Percobaan terakhir adalah uji presipitasi logam merkuri (Hg) oleh zat tannin dari teh. Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik Tanin terdiri dari sekelompok zat – zat kompleks terdapat secara meluas dalam dunia tumbuh – tumbuhan. Tanin dapat berperan sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak terlarut. Selain itu kemampuan tannin untuk mempresipitasi protein termasuk merkuri yang merupakan logam yang memiliki toksisitas yang cukup tinggi.
Berdasrkan hasi pengamatan, terdapat adanya endapan Hg pada dasar tabung reaksi, namun tidak ada presipitasi. Hal ini terjadi karena mungkin dosis tanin yang diberikan tidak cukup banyak sehingga tidak mampu mempresipitasi merkuri (Hg).

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum yang dilakukan membuktikan bahwa pemberian dosis suatu zat sangat berpengaruh terhadap toksisitas suatu zat. Semakin tinggi kadar dosis yang diberikan, maka tingkat toksistasnya juga semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Selain itu mengetahui efek antagonis dan agonis suatu obat sangat berguna untuk penggunaan antidota. Namun  tidak semua jenis obat dapat berinteraksi (antagonis atau sinergis) dan menjadi antidota obat yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan titik tangkap kerja obat dan onset yang berbeda dari setiap obat. Interaksi dari dua atau lebih obat yang berbeda dapat menimbulkan gejala klinis yang bervariasi.