Kamis, 25 April 2013

LAPORAN PRAKTIKUM OH PADA KUCING


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Judul
Judul praktikum adalah Ovario Histerektomi

1.2.      Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah:
1.   Mengetahui pengertian Ovario Histerektomi.
2.   Mengetahui teknik operasi Ovario Histerektomi
Tujuan Ovario Histerektomi adalah:
1.  Mencegah meningkatnya populasi hewan.
2.  Terapi adanya tumor, pyometra, cyste ovari.
3.  Melakukan tindakan sterilisasi
4.  Perubahan tingkah laku sehingga mudah dikendalikan dan lebih jinak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Ovario Histerektomi

Ovariohisterektomi merupakan salah satu tindakan bedah untuk mengatasi kelainan pada ovarium dan saluran reproduksi hewan betina. Keputusan untuk melakukan ovariohisterektomi dipilih ketika berbagai jenis terapi lain sudah tidak memungkinkan. Ovariohisterektomi adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk mengangkat dan membuang uterus dan ovariumnya sekaligus dari tubuh hewan betina. Berbagai kasus yang memungkinkan diambilnya tindakan bedah ini diantaranya adanya  tumor atau kista pada ovarium dan pada kasus pyometra yaitu penimbunan nanah pada uterus. Selain itu, tindakan operasi ini juga dianjurkan dilakukan pada anjing betina yang sudah tua yang tidak ingin dikawinkan lagi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tumor kelenjar mamae.

Efek yang muncul dari dilakukannya ovariohisterektomi adalah akan munculnya kondisi ketidak seimbangan hormonal untuk sementara waktu. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ovarium  merupakan kelenjar yang juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin. Namun, keuntungan dari dilakukannya ovariohisterktomi adalah dapat mencegah terjadinya tumor mamae dan akan menghilangkan kemungkinan terjadinya kasus pyometra.

2.2 Premedikasi
Sebelum dioperasi, kucing diberikan obat preanestetik. Obat-obatan preanastesik yang disebut juga dengan premedikasi digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum pemberian obat anastesi baik itu anastesi lokal, regional maupun umum. Manfaat pemberian premedikasi adalah untuk membuat hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis anastesi, mengurangi efek-efek otonomik yang tidak diinginkan seperti saliva yang berlebihan, mengurangi efek-efek samping yang tidak diinginkan seperti vomit, dan mengurangi rasa nyeri preoperasi.
Agen anastesi digolongkan menjadi 4 yaitu: antikolinergik, morfin serta derivatnya, transquilizer, dan neuroleptanalgesik. Sementara menurut Sardjana dan Kusumawati (2004), obat-obat yang digunakan anastesi premidikasi meliputi antikolinergik. Analgesik, neuroleptanalgesik, transquilizer, obat dissodiatif dan barbiturate. Obat-obatan premedikasi diberikan maksimal 10 menit atau kurang lebih setengah sampai satu jam sebelum pemberian anestesi umum atau anestesi lokal. Obat-obatan tersebut disuntikkan secara intramuskular, subkutan, dan bahkan intramuskular.
Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004) pada umumnya obat-obat preanastesi bersifat sinergis terhadap anastetik namun penggunaanya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anastesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi, dan lainnya.
1.   Atropin Sulfat
Atropin merupakan obat anestetikagen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatik, namun paling sering digunakan sebagai antikolinergik, dengan fungsi utama mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anestetik yang menimbulkan hipersekresi kelenjar saliva. Atropin sebagai antimuskurinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase.
Atropin sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0.02-0.04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intra vena maupun intramuskuler (Plumb,1998), sedangkan menurut Rossof (1994), atropin sebagai premedikasi diberikan dosis 0,03-0,06 mg/kg. Pada dosis normal, atropin dapat mencegah bradikardia dan sekresi berlebih saliva serta mengurangi motilitas gastrointestinal.
Atropin dapat menimbulkan efek, misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang medulla oblongata, dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsangan respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut, dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (Ganiswarna, 2001).

2.   Anestesi
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestesi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.
Hampir semua obat anestetik menghambat aktivitas sistem saraf pusat secara bertahap diawali fungsi yang kompleks yang dihambat dan yang paling akhir dihambat adalah medula oblongatandimana terletak pusat vasomotor dan pusat respirasi yang vital. Depresi umum pada sistem saraf pusat tersebut akan menimbulkan hipnosis, analgesi, dan depresi pada aktivitas refleks.
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat antara lain: pada dosis yang aman mempunyai analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu, obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
3.   Ketamin
Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk sistem visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Ketamin dapat dipakai oleh ahmpir semua spesies hewan. Ketamin bersama xilazyne dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestetik yang bagus.

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1               Materi
 Alat
Ø  Kapas
Ø  Duk
Ø  Towel
Ø  Needle holder
Ø  Needle (round dan cutting)
Ø  Pinset anatomis
Ø  Pinset chirurgis
Ø  Gunting tumpul – tumpul
Ø  Gunting tajam – tajam
Ø  Gunting tajam - tumpul
Ø  syringe 1 cc
Ø  Tang arteri, Benang catgut
Ø  Cotton secukupnya.
Ø  Towel clamp
Ø  Scalpel
Ø  Tampon

2. Bahan
Ø  Kucing jantan dengan berat badan 2 kg
Ø  Atropine Sulfat      =  dosis/kg BB x BB        
                                       Konsentrasi (mg/ml)

0,05 mg/kg x 2 kg
                  0,25 mg/ml
=  0.4 ml
Ø  Ketamin 10%         =  dosis/kg BB x BB
   Konsentrasi (mg/ml)

12,5 mg/kg x 2 kg
100 mg/ml
=  0,25 ml

Ø  Xylazine 2%           =  dosis/kg BB x BB
   Konsentrasi (mg/ml)   

3 mg/kg x 2 kg
       20 mg/ml
=  0.3 ml
Ø  Alkohol 70%
Ø  Betadine

3.2 Metode
Beberapa langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan operasi ovariohisterektomi diantaranya adalah laparotomi; pencarian dan preparasi ovarium dan uterus; penjepitan, pengikatan, pemotongan, dan penggantung ovarium dan uterus; serta penjahitan peritoneum dan kulit.
Salah satu jenis teknik laparotomi yang sering digunakan adalah laparotomi medianus dengan titik orientasi sekitar 1 cm sebelah posterior umbilikal. Sayatan dibuat pada midline di posterior umbilikal dengan panjang kurang lebih 4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian subkutan. Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikti hingga bagian peritoneum dapat terlihat. Setelah itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset kemudian disayat sedikit tepat pada bagian linea alba menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat. Kemudian, sayatan tersebut diperpanjang ke arah anterior dan posterior menggunakan gunting dengan panjang sesuai dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium.
Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra abdominal. Pada bagian ujung tanduk uteri ditemukan oavarium dan dipreparir hingga posisinya ekstra abdominal. Saat mempreparir, beberapa bagian yang dipotong diantaranya adalah penggantung uterus (mesometrium), penggantung tuba falopi (mesosalphinx),dan penggantung ovarium (mesoovarium). Pada saat mempreparir uterus dan jaringan sekitarnya, dinding uterus tetap dijaga jangan sampai robek atau ruptur
Penjepitan, pengikatan, dan pemotongan bagian penggantung ovarium dan corpus uteri dilakukan sebagai berikut. Dengan menggunakan tang arteri anatomis, dilakukan penjepitan pada bagian penggantung ovarium dan termasuk pembuluh darahnya. Penjepitan dilakukan menggunakan dua tang arteri yang dijepitkan pada penggantung tersebut secara bersebelahan. Pada bagian anterior dari tang arteri yang paling depan, dilakukan pengikatan menggunakan benang silk. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada penggantung tersebut menggunakan gunting pada posisi diantara dua tang arteri tadi. Tang arteri yang menjepit penggantung dan berhubungan dengan uterus tidak dilepas sedangkan tang arteri yang satunya lagi dilepas secara perlahan-lahan. Pada bagian uterus sebelahnya juga dilakukan penjepitan, pengikatan,dan pemotongan dengan cara yang sama. Setelah kedua tanduk uteri beserta ovariumnya dipreparir, maka selanjutnya adalah bagian corpus uteri yang dipreparir. Pada bagian corpus uteri, dilakukan penjepitan menggunakan doyen forceps kemudian dilakukan penjahitan corpus uteri menggunakan doble benang ke arah lateral. Setelah itu dilakukan pengikatan dengan kuat melingkar pada corpus uteri menggunakan benang silk. Setelah itu, dilakukan pemotongan menggunakan scalpel pada bagian corpus uteri yaitu pada posisi diantara dua doyen forceps tadi. Kemudian, uterus dan ovarium bisa diangkat keluar tubuh dan doyen forceps yang satunya lagi dapat dilepas secara perlahan

Tahap berikutnya adalah penjahitan peritoneum dan kulit. Sebelum dilakukan penjahitan maka dilakukan penyemprotan antibiotik terlebih dahulu ke dalam rongga abdomen. Setelah itu dilakukan penjahitan menggunakan cat gut pada peritoneum dengan tipe jahitan sederhana. Kemudian, dilanjutkan dengan menjahit kulit menggunakan silk dengan tipe jahitan sederhana. Penutupan dilakukan menggunakan kain kasa dan sebelumnya telah di tambahkan dengan betadine. Untuk memfiksir balutan tersebut maka kemudian dipasang gurita melingkari abdomen.
BAB IV
PEMBAHASAAN
4.1 Desinisi dan Manfaat OH
Ovariohistrektomi (OH) adalah tindakan pembedahan untuk melakukan pembuangan/ pengangkatan sel telur (ovarium), tuba falopii dan uterus pada hewan betina agar hewan tersebut menjadi mandul, umum dilakukan pada kasus-kasus penyakit yang menyerang ovarium dan uterus seperti: kista ovarium, pyometra, torsio uterus, prolaps uterus dan ruptura uterus (pencegahan agar tidak terjadi hiperplasia vagina). OH dapat dilakukan pada anjing dan kucing yang berumur kurang lebih 6 bulan, sebelum atau sesudah siklus esterus yang pertama.
Manfaat OH
1.   Kucing  tidak akan mengalami esterus dan tidak mengalami menstruasi
2.   Pada kucing selain tidak mengalami esterus juga akan menghilangkan sifat berisik dan kebiasaan mengangkat ekor sebagai petanda ingin kawin.
3.   Menurunkan resiko kemungkinan terjadinya/timbulnya tumor payudara (Mammary adenocarcinoma).
4.2 Prosedur Pembedahan
1.   Hewan dicukur di daerah ventral abdomen dan dibius, setelah hewan diletakkan pada posisi dorsoventral (terlentang) kemudian daerah sayatan dibersihkan dan didesinfeksi;
2.   Sayatan dilakukan pada garis median abdomen (linea alba) berdasarkan pada ukuran dan besar hewan, jarak antara umbilikal dan pubis dibagi 3 bagian.Pada anjing sayatan sebaiknya dibuat di 1/3 bagian cranial abdomen karena ovarium anjing agak sulit dikeluarkan dibandingkan dengan uterusnya. Jika uterus membesar atau memanjang maka sayatan lebih diperpanjang. Pada kucing sayatan sebaiknya dilakukan pada 1/3 bagian medial abdomen karena lebih mudah mengeluarkan ovarium dibandingkan corpus uterus.
3.   Cornua uterus dikeluarkan (menggunakan spay hook atau jari tangan), kemudian setelah diangkat akan ditemukan ovarium yang tertahan oleh ligamentum dan selaput penggantungnya (mesovarium). Kumpulan ligamentum, pembuluh darah dan mesovarium dan lemak dijepit.
4.   Penjepitan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan 3 buah klem terhadap secara berurutan. Benang nonabsorble (Vicryl® 2.0) digunakan sebagai pengikat kumpulan ligamentum,mesovarium dan pembuluh darah di bawah jepitan klem pertama selanjutnya pengikatan kedua dan ketiga dilakukan sebelum dilakukan pemotongan pada kumpulan tersebut.
5.   Setelah pemotongan sebaiknya satu klem jangan dilepas sebagai orientasi pengontrolan terjadinya perdarahan atau tidak.
6.   Hal yang sama dilakukan pada ovarium berikutnya.
7.   Pada corpus uterus penjepitan dilakukan di daerah dorsal serviks, kemudian pembuluh darah (a.v uterina dextra et sinistra) sebaiknya diikat terlebih dahulu sebelum melakukan pengikatan pada corpus uterus, setelah 2-3 kali pengikatan maka corpus uterus dipotong, permukaan bekas sayatan pada corpus uterus bila perlu dapat dijahit.
8.   Setelah itu dilakukan penutupan rongga abdomen dan lapisan subkutan serta penutupan kulit.
Hal yang perlu d perhatikan setelah operasi OH yaitu :
Komplikasi
Seperti halnya tindakan operasi-operasi lainnya maka perlakuan aseptis pada proses pembedahan secara prosedur seharusnya dilakukan oleh para operator (dokter hewan). Biasanya komplikasi pasca OH diantaranya lamanya proses persembuhan luka sayatan, terjadi abses dan infeksi atau trauma pada jaringan abdomen.
Perdarahan.
Banyak kasus umum penyebab kematian setelah OH dikarenakan adanya perdarahan. Perdarahan terjadi karena adanya ruptura (kerusakan) pembuluh darah (a.v. ovarica), biasanya hal ini terjadi pada saat proses pengikatan, operator tidak mengevaluasi apakah pembuluh darah sudah terikat sempurna atau belum.
Esterus berulang.
Terjadi karena sel telur tidak terangkat dengan sempurna atau ada sebagian sel telur yang tertinggal. Biasanya kasus ini terjadi apabila OH dilakukan melalui flank (lateral abdomen). Gejalanya antara lain : Vulva membengkak, Perdarahan proesterus, Perubahan tingkah laku hingga terjadi pyometra.
Fistula
Adanya respon pembengkakan daerah sayatan yang dijahit akibat jenis benang jahit yang digunakan, umumnya dikarenakan penggunaan benang jahit yang tidak diserap (braided nonabsorbable suture).



BAB V
KESIMPULAN
Ovariohisterektomi adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk mengangkat dan membuang uterus dan ovariumnya sekaligus dari tubuh hewan betina. Berbagai kasus yang memungkinkan diambilnya tindakan bedah ini diantaranya adanya  tumor atau kista pada ovarium dan pada kasus pyometra yaitu penimbunan nanah pada uterus. Selain itu, tindakan operasi ini juga dianjurkan dilakukan pada anjing betina yang sudah tua yang tidak ingin dikawinkan lagi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tumor kelenjar mamae

DAFTAR PUSTAKA

http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/112009.htm. Diperoleh 2006/12/14.
Plumb’s DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Blackwell Publishing.United States of America.
'WahiD' WeB at Kamis, Januari 14, 2010
I Komang W.S, Diah K. 2004. Anestesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
I Komang W.S, Diah K. 2011. Bedah Veteriner. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair: Surabaya.
I Komang W.S, Diah K. 2004. Anestesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
I Komang W.S, Diah K. 2011. Bedah Veteriner. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair: Surabaya.
Muzarok (2012), veteriner blog ilmu bedah khusus veteriner
A b "Pyometra". The Merck Veterinary Manual. 2006.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar